Jumat, 24 Mei 2013

Upacara Nggana Ro nggina dou Mbojo


(TUGAS MATA KULIAH METODE PENELITIAN KEBUDAYAAN)


unhas berwarna



Judul Penelitian
ANALISIS UPACARA NGGANA RO NGGINA



 Oleh:
TAMRIYANTO
F41111011




JURUSAN SASTRA ASIA BARAT
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2012



KATA PENGANTAR

Alhamdulillah ‘ala kulli hal, karena dengan-Nya penulis sehingga laporan penelitian dengna judul “Upacara Nggana Ro Nggina” ini  dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Selanjutnya shalawat dan salam kepada Rasulullah Shallallāhu ’alaihi wasallam berserta keluarga, para sahabat, dan segenap pengikutnya.
 Dalam proses penelitian ini begitu banyak orang yang telah berperan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena, itu tidak layak rasanya jika penulis tidak menyampaikan ucapan rasa terima kasih kepada mereka semua.
Segenap doa dan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya penulis haturkan kepada kedua orang tua penulis, Uswan Sirinawa dan ibunda Tercinta Hamidah yang dalam kebersahajaannya telah mengajarkan semangat kehidupan kepada penulis sehingga penulis bisa menjadi seperti sekarang, walhamdulillah.
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis haturkan kepada Ustz. Haeruddin, S.S., M.A, selaku pengampu mata kuliah Metode Penelitian Kebudayaan, yang telah memberikan banyak pengetahuan kepada penulis khsususnya mengenai kebudayaan, semoga ilmu yang telah beliau berikan bernilai ibadah di sisi-Nya. Selanjutnya kepada Kakanda Ma’ani yang menjadi informan utama penelitian ini yang bersedia membantu dan memberikan informasi tambahan mengenai ritual Upacara Nggana Ro Nggina kepada penulis. Demikian pula kepada teman-teman mahasiswa Sastra Asia Barat yang juga mengambil mata kuliah yang sama. Semoga Allah senantiasa melimpahkan curahan rahmat kepada mereka semua.
           
Makassar, 24 Mei 2013
Tamriyanto




DAFTAR ISI

































      
Suku Bima atau Dou Mbojo adalah suku yang mendiami Kabupaten Bima dan Kota Bima dan telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Suku ini menggunakan Bahasa Bima atau Nggahi Mbojo. Menurut sejarahnya-, suku Bima mempunyai 7 pemimpin di setiap daerah yang disebut Ncuhi. Pada masa pemberontakan di Majapahit, salah satu dari Pandawa Lima, Bima, melarikan diri ke Bima melalui jalur selatan agar tidak ketahuan oleh para pemberontak dan langsung diangkat oleh para Ncuhi sebagai Raja Bima pertama. Namun Sang Bima langsung mengangkat anaknya sebagai raja dan beliau kembali lagi ke Jawa dan menyuruh 2 anaknya untuk memerintah di Kerajaan Bima. Oleh karena itu, sebagian bahasa Jawa Kuna kadang-kadang masih digunakan sebagai bahasa halus di Bima.
Mata pencaharian utamanya masyarakat suku Bima adalah bertani dan sempat menjadi segitiga emas pertanian bersama Makassar dan Ternate pada zaman Kesultanan. Oleh karena itu, hubungan Bima dan Makassar sangatlah dekat, karena pada zaman Kesultanan, kedua kerajaan ini saling menikahkan putra dan putri kerajaannya masing.

          Sejauh pengamatan dan penelusuran penulis terhadap literatur-literatur dan laporan hasil penelitian kebudayaan, ternyata sampai saat ini belum banyak penelitian yang membahas mengenai ritual-ritual kebudayaan Bima (Mbojo) khususnya
Upacara Nggana Ro Nggina. Padahal jika ditinjau secara sepintas ritual ini ternyata sangat banyak pesan-pesan yang dapat diambil hikmahnya untuk dijadikan pelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut, penulis bermaksud mengadakan penelitian terkait dengan ritual Upacara Nggana Ro Nggina karena Upacara ini sudah jarang ditemukan dalam kehidupan masyarakat Bima sehingga terancam mengalami kepunahan.   

Rumusan Masalah

 

        Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan                    sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah proses pelaksanaan Upacara Nggana Ro Nggina yang dilaksanakan oleh orang Bima.
2.      Apakah tujuan pelaksanaan prosesi Upacara Nggana Ro Nggina bagi orang Bima.
3.      Hikmah apa saja yang dapat diambil dari pelaksanaan Upacara Nggana Ro Nggina.

B.     Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mendeskripsikan prosesi pelaksanaan Upacara Nggana Ro Nggina yang dilakukan oleh masyarakat Bima.
2.      Untuk menjelaskan tujuan pelaksanaan Upacara Nggana Ro Nggina.
3.      Untuk menjelaskan hikmah dibalik pelaksanaan Upacara Nggana Ro Nggina

C.    Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memenuhi dua manfaat yaitu manfaat praktis dan manfaat teoritis.
1.      Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi kalangan masyarakat pada umumnya dan bagi kalangan akademisi pada khususnya tentang Upacara Nggana Ro Nggina yang ada pada masyarakat Bima.
2.      Secara praktis penelitian ini diharapkan akan dapat diambil aspek-aspek positifnya sehingga dapat dipraktekkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.



A.    Landasan Teori

Untuk menganalisis Upacara Nggana Ro Nggina tentu dibutuhkan sebuah landasan teori. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa objek kajian ini adalah Upacara Nggana Ro Nggina sebagai sebuah produk kebudayaan, maka teori yang dianggap paling relevan adalah teori etnografi. Oleh sebab itu, pada bab ini perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertian etnografi untuk memudahkan pemahaman kita mengenai konsep etnografi tersebut.
Secara etimologi etnografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti ‘bangsa’ atau ‘suku bangsa’ dan graphein yang berarti ‘tulisan’ atau ‘uraian’. Sehingga, secara sederhana etnografi berarti ‘uraian mengenai rakyat’. Adapun pengertian etnografi secara terminologi adalah sebuah kajian tentang kehidupan dan kebudayaan suatu masyarakat atau etnik, misalnya tentang adat-istiadat, kebiasaan, hukum, seni, religi, dan bahasa. Bidang kajian yang sangat berdekatan dengan etnografi adalah  etnologi, yaitu kajian perbandingan tentang kebudayaan dari berbagai etnik masyarakat, kelompok, maupun suku bangsa yang ada didunia.
Adapun pengertian etnografi menurut Koentjaraningrat (1989:1) adalah sebuah  metode yang digunakan untuk mengumpulkan data empiris tentang masyarakat dan budaya manusia. Menurut beliau, etnografi bertujuan untuk menjelaskan keadaan masyarakat dengan cara mencatat semua fenomena menarik yang dijumpai selama perjalanannya, seperti adat istiadat, susunan masyarakat, bahasa, serta ciri-ciri fisik dari suku-suku bangsa tersebut.

Hal yang sama dapat pula kita temukan dalam www. wikipedia.com  yang menjelaskan etnografi sebagai sebuah strategi penelitian
ilmiah yang pada umumnya digunakan dalam ilmu sosial dan beberapa cabang dalam antropologi yang mempelajari dan menganalisis mengenai budaya masyarakat, kelompok etnis. Penelitian tersebut mencakup aspek budaya material maupun spiritual mereka.
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa penelitian etnografi merupakan kegiatan pengumpulan bahan keterangan atau data yang dilakukan secara sistematik mengenai cara hidup serta berbagai aktivitas sosial dan berbagai benda kebudayaan dari suatu masyarakat. Berbagai peristiwa dan kejadian unik dari komunitas budaya akan menarik perhatian peneliti etnografi. Peneliti justru lebih banyak belajar dari pemilik kebudayaan, dan sangat respek pada cara mereka belajar tentang budaya. Itulah sebabnya penelitian langsung menjadi penting dalam aktivitas penelitian.


























METODE PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskiptif (descriptif research) yaitu sebuah penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan fakta atau fenomena yang terdapat pada data. Jenis ini diambil karena objek penelitian ini adalah data dalam bentuk aktifitas atau perilaku yang bersifat kualitatif . Sesuai dengan jenis penelitian, maka peneliti berusaha memaparkan, menggambarkan,  mendeskripsikan  dan memberi penjelasan tentang Upacara Nggana Ro Nggina yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata secara deskriptif.

B.     Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan prinsip Spradley (1997:61) dan Bernard (1994:166) yang berasumsi bahwa seorang informan harus memiliki pemahaman secara mendalam terhadap data-data yang dibutuhkan. Berdasarkan prinsip tersebut, maka informan kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah seorang sando Nggana (dukun beranak) yang sudah seringkali melaksanakan Upacara Nggana Ro Nggina sehingga diasumsikan bahwa dia akan memiliki pemahaman yang mendalam mengenai ritual tersebut. Oleh sebab itu informan diharapkan dapat memberikan data yang akurat mengenai Nggana Ro Nggina

C.    Teknik Pengumpulan Data

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa data penelitian adalah data dalam bentuk aktifitas kebudayaan, maka untuk memudahkan proses mengumpulkan data dalam penelitian diperlukan cara atau teknik tertentu, sehingga proses pengumpulan data dapat berjalan secara lancar. Sesuai dengan pendekatan penelitian dan sumber data, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan teknik wawancara dan teknik pustaka. (Moleong, 2007:241).
Metode wawancara digunakan untuk memperoleh data primer tentang ritual Upacara Kiri Loko Dou Mbojo. Wawancara ini dilakukan pada responden utama yaitu seorang sando Nggana (dukun beranak) yang sudah sering menjadi pelaksana prosesi Nggana Ro Nggina. Metode wawancara yang digunakan adalah adalah wawancara terstruktur yang menggunakan pedoman wawancara yang dimaksudkan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek yang harus dibahas pada saat proses wawancara mengenai hal-hal yang terkait dengan Upacara Nggana Ro Nggina. 
Metode pustaka digunakan untuk memperoleh data sekunder tentang Upacara Nggana Ro Nggina. Metode ini dilakukan dengan cara mencari literatur-literatur serta laporan-laporan hasil penelitian yang terkait dengan ritual kebudayaan Bima secara umum dan Upacara Nggana Ro Nggina secara khusus.

D.    Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang mengacu pada Moeloeng (2009:248). Sesuai dengan teknik analisis data yang digunakan tersebut, maka langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:
Tahap pengkodean data adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka untuk memberi label atau kode terhadap satuan-satuan data yang telah terkumpul. Pengkodean bertujuan untuk memunculkan fenomena yang terdapat pada satuan-satuan data sehingga akan memudahkan pada saat proses analisis. Pada tahap ini beberapa langkah yang akan dilakukan antara lain: (a) menyusun data sedemikian rupa, agar lebih mudah diberi kode atau catatan tertentu, (b) secara urut melakukan penomoran pada satuan-satuan data, serta (c) memberikan nama untuk masing-masing data dengan kode tertentu.
Tahap kategorisasi data adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengelompokkan satuan-satuan data ke dalam kategori-kategori tertentu. Pada tahap ini kategorisasi data dilakukan dengan cara memilah-milah informasi baik yang merupakan hasil wawancara maupun informasi dari literatur yang dianggap memiliki kesamaan kemudian ditempatkan pada kategori yang sama.  


Tahap tabulasi adalah kegiatan pengimputan atau transper satuan-satuan data ke dalam kategori yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini data-data berupa hasil wawancara serta analisis literatur ditabulasi menggunakan instrumen tabulasi data.
Metode interpretasi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplanatori mengenai hubungan kausal (sebab akibat) dari variabel-varibel yang diamati dan diteliti. Proses interpretasi data merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian. Pada tahap ini data-data yang terkait dengan Upacara Nggana Ro Nggina dianalisis secara kritis sehingga didapatkan kesimpulan.
   Metode penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik informal yaitu dengan menguraikan hasil analisis menggunakan kata-kata atau kalimat-kalimat secara deskriftif.










A. Definisi Upacara Nggana Ro Nggina
Sejauh penelusuran penulis, belum pernah menemukan sebuah definisi yang menjelaskan pengertian Nggana Ro Nggina. Hal ini disebabkan karena masih sulitnya ditemukan literatur atau referensi yang menjelaskan mengenai hal tersebut.  Meski demikian istilah ini bisa didekati secara etimologi. Secara etimologi frase Nggana Ro Nggina tersusun dari tiga kata yaitu kata Nggna yang berarti ‘Melahirkan’ ,’Ro’ yang berarti ‘dan’dan ‘Nggina’ yang berarti ‘Prosesi’ Dengan demikian secara etimologi Kiri loko berarti “prosesi Melahirkan”. Adapun definisi Ngana Ro Nggina secara terminologi adalah: sebuah upacara yang dilakukan ketika kandungan seorang ibu berumur tujuh bulan dan berlanjut sampai seorang bayi lahir, Upacara ini hanya dilakukan bagi seorang ibu yang pertama kali mengandung. Jalannya upacara dihadiri oleh kaum ibu dan dipimpin oleh sando nggana (dukun beranak) yang dibantu oleh enam orang tua adat wanita.

A.    Prosesi Upacara Nggana Ro Nggina

Seperti pelaksanaan ritual kebudayaan suku Bima lainnya, prosesi pelaksanaan Upacara Nggana Ro Nggina juga dilakukan dalam beberapa tahap antara lain. (1) Upacara salama loko(selamaa perut), (2) Upacara cafi sari (sapu lantai),dan  (3) Upacara Dore ro Boru (simpan dan cukur).

1. Upacara Salama Loko.

Upacara Salama Loko disebut juga dengan Kiri Loko dilakukan ketika kandungan seorang ibu berumur tujuh bulan. Upacara ini hanya dilakukan bagi seorang ibu yang pertama kali mengandung. Jalannya upacara dihadiri oleh kaum ibu dan dipimpin oleh sando nggana (dukun beranak) yang dibantu oleh enam orang tua adat wanita.
Upacara akan dimulai pada saat maci oi ndeu (waktu yang tepat untuk mandi) di sekitar jam 07.00. Sando nggana menggelar tujuh lapis sarung. Setiap lapis ditaburi beras dan kuning uang perak sa ece (satu ketip = 10 sen).  Selain itu disimpan pula dua liku atau dua leo mama (dua bungkus bahan untuk menyirih). Maksud dan taburan beras kuning, ialah agar ibu beserta calon bayinya akan hidup bahagia dan jaya. Uang sa ece, sebagai peringatan kepada ibu bersama calon bayi, bahwa uang merupakan salah satu modal dalam kehidupan.
Diatas hamparan tembe (sarung) dan kain putih, ibu yang Salama Loko, tidur terlentang. Sando nggana(Dukunberanak) mengoles perut ibu dengan sebiji telur, yang diminyaki dengan minyak kelapa. Diikuti secara bergilir oleh enam orang tua adat, memohon kepada Allah SWT, agar ibu bersama calon bayi selamat sejahtera.
Pada upacara ini keluarga dan tetangga baik pria maupun wanita diundang hadir untuk menyaksikan. Disaat dukun memperbaiki dan meraba-raba perut ibu hamil tersebut, saat itu pula para tamu laki-laki mengadakan do`a zikir. Ibu-ibu juga hadir untuk menyaksikan upacara Salama Loko /Kiri Loko, mereka umumnya membawa barang-barang kado/hadiah/sumbangan untuk sang ibu hamil. Kado/ hadiah/ sumbangan ini biasanya perlengkapan kebutuhan ibu dan bayi seperti baju bayi, handuk, bedak dan kadang-kadang uang tunai.
Upacara dilanjutkan dengan memandikan ibu yang Salama Loko. Dimandikan oleh sando nggana (Dukun Beranak) dengan air roa bou (air yang disimpan dalam periuk tanah yang baru). Dicampur dengan bunga cempaka dan mundu (Cempaka kuning lambang kejayaan, Melati putih lambang kesucian). Waktu mandi, ibu yang salama loko menginjak telur bekas dipakai mengoles perutnya. Dengan harapan, agar melahirkan dengan mudah semudah ibu memecahkan telur. Upacara diakhiri dengan ngaha mangonco (makan rujak). Sang suami ikut pula makan mangonco bersama peserta upacara.
Sebuah kearifan lokal Bima apabila seorang istri sedang hamil adalah kedua pasangan suami istri dilarang untuk:
  1. berkata yang tidak senonoh
  2. menganiaya binatang atau manusia
  3. sedapat mungkin tidak menyembelih binatang ternak
  4. tidak berhubungan suami istri bila mendengar berita ada tetanga atau orang lain meninggal
  5. tidak membuang air besar di sembarang tempat
  6. tidak memotong sesuatu seperti kayu atau mengunting kertas. Jika terpaksa, ia harus ingat bahwa istrinya sedang hamil
  7. suami tidak diperkenankan berburu atau melakukan pekerjaan yang kurang baik seperti mengambil milik orang orang lain tanpa seijin orang yang punya dan sebaginya serta
  8. khusus istri tidak boleh tidur disaat matahari menjelang naik

2.  Upacara Cafi Sari

Upacara cafi sari dilakukan setelah bayi berumur tujuh hari. cafi sari dalam bahasa Indonesia berarti upacara menyapu lantai.  Maksud dari upacana ini, ialah menyampaikan puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya karena sang ibu bersama bayi sudah lahir dengan selamat. Menurut kepercayaan tradisional pada usia tujuh hari, bayi akan memasuki kehidupan dunia, dan meninggalkan kehidupan dalam kandungan.
Sebagai tanda terima kasih kepada sando nggana (Dukun Beranak), sang ibu memberi “soji” atau sesajen yang terdiri dan kue tradisional mbojo. Seperti pangaha kahuntu, karuncu, pangaha bunga, pangaha sinci, ka dodo, arunggina dan kalempe. Penyerahan soji merupakan lambang harapan orang tua, agar bayinya kelak akan hidup bahagia sejahtera.
Bagi keluarga yang mampu, upacara cafi sari dilaksanakan bersamaan dengan upacara qeqa atau aqiqah. Yaitu upacara yang sesuai dengan ajaran Islam. Yang menganjurkan orang tua untuk menyembelih seekor kambing yang sehat.  Sebagai tanda syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

3.  Upacara Dore ro Boru

Upacara ini dilakukan setelah bayi berusia tiga bulan. Upacara dore ro boru dilakukan secara bertahap sebagai berikut:
a. Upacara boru (upacara Potong rambut bayi)
Upacara boru diawali dengan upacara doa. Memohon kepada Allah SWT. agar bayi tetap sehat walafiat. Dan apabila dewasa, akan menjadi seorang yang beriman dan gagah perkasa. Pelindung dan pembela keluarga serta dou labo dana (masyarakat -red). Setelah upacara doa, maka dilanjutkan dengan upacara boru (cukur). Bayi digendong oleh sando nggana (Dukn Beranak). Tujuh orang tua adat laki-laki, secara bergilir memotong ujung rambut bayi. Potongan rambut disimpan di pingga bura (piring putih) yang berisi air dingin. Dengan harapan agar rambut bayi tumbuh subur, sebagai lambang kesuburan dan kebahagiaan hidup.
Pemotongan rambut diiringi dengan jiki asraka (jikir asrakal). Para peserta berjikir dengan suara merdu. Melagukan syair puja puji kepada Allah, Rasul dan para sahabat.
b. Upacara Dore.
Yang dimaksud dengan upacara dore ialah, upacara menyentuhkan telapak kaki bayi pada tanah. Beberapa gumpal tanah yang diambil dihalaman masjid disimpan diatas pingga bura. Tanah itulah yang akan diinjak oleh bayi.
Acara dore, bertujuan untuk mengingatkan bayi, bahwa kelak dia akan hidup di bumi yang bersih dan subur. Bayi harus mampu memanfaatkan kekayaan bumi untuk kebahagiaan keluarga dan masyarakat. Sebab itu bayi harus menjaga keselamatan bumi atau negeri.
Bayi yang di dore ro boru, harus memakai pakaian adat upacara. Hampir sama dengan pakaian khitanan. Kalau bayi itu laki-laki, maka harus memakai kondo loi, tembe monca (sarung kuning lambang kejayaan), kawari, songko panggeta’a yang dihiasi jungge dondo. Kalau bayi itu perempuan,maka harus memakai kondo lo’i, geno atau kondo randa (kalung panjang), kawari dan bosa yaitu ponto kecil. (Bosa = gelang yang lebih kecil dan ponto).
Pada jaman dulu, bagi keluarga bangsawan atau keluarga yang mampu secara finansial pada prosesi dore ini biasa diiringi oleh alunan genda silu dan dipertontonkan atraksi mpa’a Toja. Bersamaan dengan upacara dore ro boru diadakan pula upacara pemberian nama bagi bayi yang dilakukan oleh seorang ulama. Nama bayi harus mengikuti nama para Rasul dan Nabi atau nama para sahabat nabi. Dengan harapan agar mengikuti jejak para Nabi dan Rasul serta sahabat. Bagi bayi putri mengikuti nama istri Rasul dan Nabi atau nama istri-istri pejuang Islam.
Begitu kayanya tradisi lokal kita yang berkaitan dengan prosesi kelahiran manusia, penuh dengan nilai-nilai makna filosofis tentang bagaimana sejatinya manusia diciptakan dan menjadi khalifah di dunia. Teriring do’a dan harapan orang tua agar anaknya kelak menjadi insan yang berguna bagi dirinya sendiri, bangsa dan negara serta agama. Sayangnya upacara adat Bima berkaitan dengan kelahiran ini semakin jarang kita lihat. Semoga kekayaan budaya ini kan tetap lestari dan dinikmati keindahannya sampai anak cucu kita.

B.     Tujuan Pelaksanaan Upacara Nggana Ro Nggina

1.      Untuk menjaga sang Ibu dan calon bayi beada dalam lindungan Allah

             Upacara ini penuh dengan simbol dan makna. Karena upacara ini dihajatkan untuk menjaga agar sang ibu bersama calon bayi berada dalam keadaan sehat wall afiat baik jasmani maupun rohani. Dengan harapan apabila sang bayi sudah lahir dengan selamat akan menjadi anak yang beriman, bertaqwa, cerdas dan berguna bagi agama, bangsa dan negara.

C.    Hikmah di Balik Upacara Nggana Ro Nggina

Berdasarkan hasil analisis terhadap keseluruhan prosesi pelaksanaan Upacara Nggana Ro nggina di Bima, maka dapat disimpulkan bahwa Upacara Nggana Ro nggina bukanlah sebuah ritual tanpa arti melainkan mengandung beberapa hikmah yang dapat diambil sebagai pelajaran dalam kehidupan. Di antara hikmah yang dapat diambil dari Upacara Nggana Ro nggina adalah sebagai berikut:
Membangun kebersamaan merupakan suatu hikmah yang dapat ditemukan dalam prosesi ritual ini Nggana Ro nggina karena dilakukan dengan cara berkumpul secara bersama-sama sehingga suasana akan menjadi akrab antara keluarga yang melakukan hajatan dengan para tamu sekampung. Bisa dibayangkan betapa persaudaraan akan terjalin dengan harmonis di antara warga masyarakat jika di dalam kehidupan kita selalu menyambut kelahiran bayi dengan mengadakan Upacara Nggana Ro Nggina. mungkin saja dalam satu bulan akan dilaksanakan banyak ritual dari para keluarga baru dikaruniai anak. Hal yang sangat berbeda jika kita lihat kenyataan
Pada saat sekarang ini kita sering melihat terjadinya komplik dan permusuhan di tengah masayarakat yang sebagian besar disebabkan karena kurangnya silaturrahmi di antara warga masyarakat. Dengan menyelenggarakan Upacara Nggana Ro Nggina secara tidak langsung akan mampu meminimalisir terjadinya komplik di antara warga.
Pada saat sekarang ini kita sering melihat kenyataan di masyarakat dimana di antara mereka sudh tidak ada sikap saling menghargai antar sesama yang disebabkan oleh kurangnya intensitas pertemuan di antara mereka. Dengan menyelenggarakan Upacara Nggana Ro Nggina secara tidak langsung akan mampu menumbuhkan sikap saling menghargai antar sesama sehingga akan tercipta kehidupan masyarakat yang harmonis. 



















PENUTUP


A.    Kesimpulan

          Demikianlah prosesing Upacara Nggana Ro Nggina  masyarakat Bima. Upacara ini begitu sakral dilakukan sehingga dipersiapkan dengan berbagai cara. Namun belakangan, dengan semakin berkembangnya peradaban dan tingkat keasadaran sosial dalam hal ini kearifan lokal masyarakat Bima, upacara-upacara seperti ini mulai jarang kita temukan di Kota Bima dan mulai merambat hingga ke desa-desa. Meskipun sebagian masyarakat berpendapat, bila janin yang dikandung adalah janin yang tertanam sebelum Ijab Qabul (berisi dahulu baru menikah), maka, Kiri Loko pamali untuk dilaksanakan. Benarkah, semakin jarangnya upacara Kiri Loko di Bima-Dompu akibat banyaknya pasutri yang mengadung sebelum Ijab Qabul terjadi? Wallahualam

 

B.  Saran-saran

Berdasarkan hasil penelitian ini penulis, maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut. 
1.      Diharapkan kepada masyarakat pada umumnya dan masyarakat Bima pada khususnya dan agar senantiasa melestarikan Upacara kebudayaan  Nggana Ro Nggina karena ternyata memiliki nilai fositif yang dapat bermanfaat dalam kehidupan, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2.      Diharapkan kepada pemerintah agar memilki kepadulian terhadap pemeliharaan nilai-nilai budaya sehingga jati diri kita sebagai bangsa yang berdab tidak hilang
Diharapkan kepada para akademisi untuk melakukan penelitian lanjutan untuk menggali lebih banyak lagi informasi mengenai Upacara Nggana Ro Nggina agar masyarakat luas lebih mengenal dan memahaminya