(TUGAS MATA
KULIAH METODE PENELITIAN KEBUDAYAAN)
Judul
Penelitian
ANALISIS
UPACARA NGGANA RO NGGINA
Oleh:
TAMRIYANTO
F41111011
JURUSAN SASTRA ASIA BARAT
FAKULTAS ILMU
BUDAYA
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah ‘ala
kulli hal, karena dengan-Nya penulis sehingga laporan penelitian dengna judul
“Upacara Nggana Ro Nggina” ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Selanjutnya shalawat dan salam
kepada Rasulullah Shallallāhu ’alaihi wasallam berserta keluarga,
para sahabat, dan segenap pengikutnya.
Dalam proses penelitian ini begitu banyak
orang yang telah berperan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Oleh karena, itu tidak layak rasanya jika penulis tidak menyampaikan ucapan
rasa terima kasih kepada mereka semua.
Segenap doa dan
ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya penulis haturkan kepada kedua orang
tua penulis, Uswan Sirinawa dan ibunda Tercinta Hamidah yang dalam
kebersahajaannya telah mengajarkan semangat kehidupan kepada penulis sehingga
penulis bisa menjadi seperti sekarang, walhamdulillah.
Selanjutnya ucapan
terima kasih penulis haturkan kepada Ustz. Haeruddin, S.S., M.A, selaku
pengampu mata kuliah Metode Penelitian Kebudayaan, yang telah memberikan banyak
pengetahuan kepada penulis khsususnya mengenai kebudayaan, semoga ilmu yang
telah beliau berikan bernilai ibadah di sisi-Nya. Selanjutnya kepada Kakanda
Ma’ani yang menjadi informan utama penelitian ini yang bersedia membantu dan
memberikan informasi tambahan mengenai ritual Upacara Nggana Ro Nggina kepada
penulis. Demikian pula kepada teman-teman mahasiswa Sastra Asia Barat yang juga
mengambil mata kuliah yang sama. Semoga Allah senantiasa melimpahkan curahan
rahmat kepada mereka semua.
Makassar, 24 Mei 2013
Tamriyanto
DAFTAR ISI
Suku Bima atau Dou Mbojo adalah suku yang mendiami Kabupaten Bima dan Kota Bima dan telah ada sejak
zaman Kerajaan
Majapahit. Suku ini menggunakan Bahasa Bima atau Nggahi Mbojo.
Menurut sejarahnya-, suku Bima mempunyai 7 pemimpin di setiap daerah yang
disebut Ncuhi. Pada masa pemberontakan di Majapahit, salah satu dari Pandawa Lima, Bima,
melarikan diri ke Bima melalui jalur selatan agar tidak ketahuan oleh para
pemberontak dan langsung diangkat oleh para Ncuhi sebagai Raja Bima
pertama. Namun Sang Bima langsung mengangkat anaknya sebagai raja dan beliau
kembali lagi ke Jawa dan menyuruh 2 anaknya untuk
memerintah di Kerajaan Bima. Oleh karena itu, sebagian bahasa Jawa Kuna kadang-kadang
masih digunakan sebagai bahasa halus di Bima.
Mata
pencaharian utamanya masyarakat suku Bima adalah bertani dan sempat menjadi
segitiga emas pertanian bersama Makassar
dan Ternate pada zaman Kesultanan.
Oleh karena itu, hubungan Bima dan Makassar sangatlah dekat, karena pada zaman
Kesultanan, kedua kerajaan ini saling menikahkan putra dan putri kerajaannya
masing.
Sejauh pengamatan dan penelusuran penulis terhadap literatur-literatur dan laporan hasil penelitian kebudayaan, ternyata sampai saat ini belum banyak penelitian yang membahas mengenai ritual-ritual kebudayaan Bima (Mbojo) khususnya Upacara Nggana Ro Nggina. Padahal jika ditinjau secara sepintas ritual ini ternyata sangat banyak pesan-pesan yang dapat diambil hikmahnya untuk dijadikan pelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut, penulis bermaksud mengadakan penelitian terkait dengan ritual Upacara Nggana Ro Nggina karena Upacara ini sudah jarang ditemukan dalam kehidupan masyarakat Bima sehingga terancam mengalami kepunahan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian
pada latar belakang, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah
proses pelaksanaan Upacara Nggana Ro Nggina yang
dilaksanakan oleh orang Bima.
2.
Apakah tujuan pelaksanaan
prosesi Upacara Nggana Ro Nggina bagi orang Bima.
3.
Hikmah apa saja yang dapat diambil dari pelaksanaan Upacara Nggana Ro
Nggina.
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan
pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
mendeskripsikan prosesi pelaksanaan Upacara Nggana Ro Nggina yang dilakukan oleh masyarakat Bima.
2.
Untuk menjelaskan tujuan pelaksanaan Upacara Nggana Ro Nggina.
3.
Untuk menjelaskan hikmah dibalik pelaksanaan Upacara Nggana Ro Nggina
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memenuhi dua manfaat yaitu manfaat praktis
dan manfaat teoritis.
1.
Secara teoritis
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi
kalangan masyarakat pada umumnya dan bagi kalangan akademisi pada khususnya
tentang Upacara Nggana Ro
Nggina yang ada pada masyarakat Bima.
2. Secara praktis penelitian ini diharapkan akan dapat diambil aspek-aspek positifnya sehingga dapat
dipraktekkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
A. Landasan Teori
Untuk menganalisis Upacara Nggana Ro
Nggina tentu dibutuhkan sebuah landasan teori. Sebagaimana telah dikemukakan
sebelumnya bahwa objek kajian ini adalah Upacara Nggana Ro Nggina sebagai sebuah produk kebudayaan, maka teori yang dianggap paling relevan
adalah teori etnografi. Oleh sebab itu, pada bab ini perlu dijelaskan terlebih
dahulu pengertian etnografi untuk memudahkan pemahaman kita mengenai konsep
etnografi tersebut.
Secara etimologi etnografi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti ‘bangsa’ atau ‘suku bangsa’ dan graphein
yang berarti ‘tulisan’ atau ‘uraian’. Sehingga,
secara sederhana etnografi berarti ‘uraian mengenai rakyat’. Adapun
pengertian etnografi secara terminologi adalah sebuah kajian tentang kehidupan
dan kebudayaan suatu masyarakat atau etnik, misalnya tentang adat-istiadat,
kebiasaan, hukum, seni, religi, dan bahasa. Bidang kajian yang sangat
berdekatan dengan etnografi adalah
etnologi, yaitu kajian perbandingan tentang kebudayaan dari berbagai
etnik masyarakat, kelompok, maupun suku bangsa yang ada didunia.
Adapun pengertian etnografi
menurut Koentjaraningrat (1989:1) adalah sebuah metode yang digunakan untuk mengumpulkan data empiris tentang masyarakat dan budaya manusia.
Menurut beliau, etnografi bertujuan untuk menjelaskan keadaan masyarakat dengan
cara mencatat semua fenomena menarik yang dijumpai selama perjalanannya,
seperti adat istiadat, susunan masyarakat, bahasa, serta ciri-ciri fisik dari
suku-suku bangsa tersebut.
Hal yang sama dapat pula kita temukan dalam www. wikipedia.com yang menjelaskan etnografi sebagai sebuah strategi penelitian ilmiah yang pada umumnya digunakan dalam ilmu sosial dan beberapa cabang dalam antropologi yang mempelajari dan menganalisis mengenai budaya masyarakat, kelompok etnis. Penelitian tersebut mencakup aspek budaya material maupun spiritual mereka.
Hal yang sama dapat pula kita temukan dalam www. wikipedia.com yang menjelaskan etnografi sebagai sebuah strategi penelitian ilmiah yang pada umumnya digunakan dalam ilmu sosial dan beberapa cabang dalam antropologi yang mempelajari dan menganalisis mengenai budaya masyarakat, kelompok etnis. Penelitian tersebut mencakup aspek budaya material maupun spiritual mereka.
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas kita dapat
menyimpulkan bahwa penelitian
etnografi merupakan kegiatan pengumpulan bahan keterangan atau data yang
dilakukan secara sistematik mengenai cara hidup serta berbagai aktivitas sosial
dan berbagai benda kebudayaan dari suatu masyarakat. Berbagai peristiwa dan
kejadian unik dari komunitas budaya akan menarik perhatian peneliti etnografi.
Peneliti justru lebih banyak belajar dari pemilik kebudayaan, dan sangat respek
pada cara mereka belajar tentang budaya. Itulah sebabnya penelitian langsung
menjadi penting dalam aktivitas penelitian.
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah
penelitian deskiptif (descriptif research) yaitu sebuah penelitian yang dilakukan semata-mata hanya
berdasarkan fakta atau fenomena yang terdapat pada data. Jenis ini diambil karena
objek penelitian ini adalah data dalam bentuk aktifitas atau perilaku yang
bersifat kualitatif . Sesuai dengan jenis penelitian, maka peneliti berusaha
memaparkan, menggambarkan, mendeskripsikan dan memberi penjelasan tentang Upacara Nggana
Ro Nggina yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata secara deskriptif.
B. Teknik Penentuan Informan
Teknik penentuan
informan dalam penelitian ini menggunakan prinsip Spradley (1997:61) dan
Bernard (1994:166) yang berasumsi bahwa seorang informan harus memiliki
pemahaman secara mendalam terhadap data-data yang dibutuhkan. Berdasarkan
prinsip tersebut, maka informan kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah
seorang sando Nggana (dukun beranak) yang sudah seringkali melaksanakan
Upacara Nggana Ro Nggina sehingga diasumsikan bahwa dia akan memiliki
pemahaman yang mendalam mengenai ritual tersebut. Oleh sebab itu informan
diharapkan dapat memberikan data yang akurat mengenai Nggana Ro Nggina
C. Teknik Pengumpulan Data
Sebagaimana
dikemukakan sebelumnya bahwa data penelitian adalah data dalam bentuk aktifitas
kebudayaan, maka untuk memudahkan proses mengumpulkan data dalam penelitian
diperlukan cara atau teknik tertentu, sehingga proses pengumpulan data dapat
berjalan secara lancar. Sesuai dengan pendekatan penelitian dan sumber data,
maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan teknik wawancara dan
teknik pustaka. (Moleong, 2007:241).
Metode wawancara
digunakan untuk memperoleh data primer tentang ritual Upacara Kiri Loko Dou
Mbojo. Wawancara ini dilakukan pada responden utama yaitu seorang sando
Nggana (dukun beranak) yang sudah sering menjadi pelaksana prosesi Nggana
Ro Nggina. Metode
wawancara yang digunakan adalah adalah wawancara terstruktur yang menggunakan
pedoman wawancara yang dimaksudkan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek yang harus dibahas pada
saat proses wawancara mengenai hal-hal yang terkait dengan Upacara Nggana Ro
Nggina.
Metode pustaka
digunakan untuk memperoleh data sekunder tentang Upacara Nggana Ro Nggina.
Metode ini dilakukan dengan cara mencari literatur-literatur serta
laporan-laporan hasil penelitian yang terkait dengan ritual kebudayaan Bima
secara umum dan Upacara Nggana Ro Nggina secara khusus.
D. Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
yang mengacu pada Moeloeng (2009:248). Sesuai dengan
teknik analisis data yang digunakan tersebut, maka langkah-langkah yang
ditempuh adalah sebagai berikut:
Tahap pengkodean data adalah kegiatan yang
dilakukan dalam rangka untuk memberi label atau kode terhadap satuan-satuan
data yang telah terkumpul. Pengkodean bertujuan untuk memunculkan fenomena yang
terdapat pada satuan-satuan data sehingga akan memudahkan pada saat proses
analisis. Pada tahap ini beberapa langkah yang akan dilakukan antara lain: (a)
menyusun data sedemikian rupa, agar lebih mudah diberi kode atau catatan
tertentu, (b) secara urut melakukan penomoran pada satuan-satuan data, serta
(c) memberikan nama untuk masing-masing data dengan kode tertentu.
Tahap kategorisasi data
adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengelompokkan satuan-satuan data ke dalam kategori-kategori tertentu. Pada tahap ini kategorisasi data
dilakukan dengan cara memilah-milah informasi baik yang merupakan hasil
wawancara maupun informasi dari literatur yang dianggap memiliki kesamaan
kemudian ditempatkan pada kategori yang sama.
Tahap tabulasi adalah
kegiatan pengimputan atau transper satuan-satuan data ke dalam kategori yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini data-data berupa hasil wawancara
serta analisis literatur ditabulasi menggunakan instrumen tabulasi data.
Metode interpretasi data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplanatori mengenai
hubungan kausal (sebab akibat) dari variabel-varibel yang diamati dan diteliti. Proses interpretasi
data merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih
mendalam dan luas terhadap hasil penelitian. Pada tahap ini data-data yang
terkait dengan Upacara Nggana Ro Nggina dianalisis secara kritis sehingga didapatkan kesimpulan.
Metode penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik informal
yaitu dengan menguraikan hasil analisis menggunakan kata-kata atau
kalimat-kalimat secara deskriftif.
Sejauh penelusuran penulis, belum pernah
menemukan sebuah definisi yang menjelaskan pengertian Nggana Ro Nggina. Hal ini disebabkan karena masih sulitnya
ditemukan literatur atau referensi yang menjelaskan mengenai hal tersebut. Meski demikian istilah ini bisa didekati
secara etimologi. Secara etimologi frase Nggana Ro Nggina tersusun dari
tiga kata yaitu kata Nggna yang berarti ‘Melahirkan’ ,’Ro’ yang
berarti ‘dan’dan ‘Nggina’ yang berarti ‘Prosesi’ Dengan demikian secara
etimologi Kiri loko berarti “prosesi Melahirkan”. Adapun definisi Ngana
Ro Nggina secara terminologi adalah: sebuah upacara yang dilakukan ketika
kandungan seorang ibu berumur tujuh bulan dan berlanjut sampai seorang bayi
lahir, Upacara ini hanya dilakukan bagi seorang ibu yang pertama kali
mengandung. Jalannya upacara dihadiri oleh kaum ibu dan dipimpin oleh sando
nggana (dukun beranak) yang dibantu oleh enam orang tua adat wanita.
A. Prosesi Upacara Nggana Ro Nggina
Seperti
pelaksanaan ritual kebudayaan suku Bima lainnya, prosesi pelaksanaan Upacara Nggana
Ro Nggina juga dilakukan dalam beberapa tahap antara lain. (1) Upacara salama
loko(selamaa perut), (2) Upacara cafi sari (sapu lantai),dan (3) Upacara Dore ro Boru (simpan dan
cukur).
1. Upacara Salama Loko.
Upacara Salama Loko disebut juga dengan Kiri
Loko dilakukan ketika kandungan seorang ibu berumur tujuh bulan.
Upacara ini hanya dilakukan bagi seorang ibu yang pertama kali mengandung.
Jalannya upacara dihadiri oleh kaum ibu dan dipimpin oleh sando nggana
(dukun beranak) yang dibantu oleh enam orang tua adat wanita.
Upacara akan
dimulai pada saat maci oi ndeu (waktu yang tepat untuk mandi) di sekitar
jam 07.00. Sando nggana menggelar tujuh lapis sarung. Setiap lapis
ditaburi beras dan kuning uang perak sa ece (satu ketip = 10 sen).
Selain itu disimpan pula dua liku atau dua leo mama (dua bungkus bahan untuk
menyirih). Maksud dan taburan beras kuning, ialah agar ibu beserta calon
bayinya akan hidup bahagia dan jaya. Uang sa ece, sebagai peringatan kepada ibu
bersama calon bayi, bahwa uang merupakan salah satu modal dalam kehidupan.
Diatas hamparan tembe (sarung) dan
kain putih, ibu yang Salama Loko, tidur terlentang. Sando nggana(Dukunberanak)
mengoles perut ibu dengan sebiji telur, yang diminyaki dengan minyak kelapa.
Diikuti secara bergilir oleh enam orang tua adat, memohon kepada Allah SWT,
agar ibu bersama calon bayi selamat sejahtera.
Pada upacara ini keluarga dan tetangga baik
pria maupun wanita diundang hadir untuk menyaksikan. Disaat dukun memperbaiki
dan meraba-raba perut ibu hamil tersebut, saat itu pula para tamu laki-laki
mengadakan do`a zikir. Ibu-ibu juga hadir untuk menyaksikan upacara Salama Loko
/Kiri Loko, mereka umumnya membawa barang-barang kado/hadiah/sumbangan
untuk sang ibu hamil. Kado/ hadiah/ sumbangan ini biasanya perlengkapan
kebutuhan ibu dan bayi seperti baju bayi, handuk, bedak dan kadang-kadang uang
tunai.
Upacara dilanjutkan dengan memandikan ibu
yang Salama Loko.
Dimandikan oleh sando nggana (Dukun Beranak) dengan air roa bou
(air yang disimpan dalam periuk tanah yang baru). Dicampur dengan bunga cempaka
dan mundu
(Cempaka kuning lambang kejayaan, Melati putih lambang kesucian). Waktu mandi,
ibu yang salama loko menginjak telur bekas dipakai mengoles perutnya. Dengan
harapan, agar melahirkan dengan mudah semudah ibu memecahkan telur. Upacara
diakhiri dengan ngaha mangonco (makan rujak). Sang
suami ikut pula makan mangonco bersama peserta upacara.
Sebuah
kearifan lokal Bima apabila seorang istri sedang hamil adalah kedua pasangan
suami istri dilarang untuk:
- berkata yang tidak senonoh
- menganiaya binatang atau manusia
- sedapat mungkin tidak menyembelih binatang ternak
- tidak berhubungan suami istri bila mendengar berita ada tetanga atau orang lain meninggal
- tidak membuang air besar di sembarang tempat
- tidak memotong sesuatu seperti kayu atau mengunting kertas. Jika terpaksa, ia harus ingat bahwa istrinya sedang hamil
- suami tidak diperkenankan berburu atau melakukan pekerjaan yang kurang baik seperti mengambil milik orang orang lain tanpa seijin orang yang punya dan sebaginya serta
- khusus istri tidak boleh tidur disaat matahari menjelang naik
2. Upacara Cafi Sari
Upacara cafi
sari dilakukan setelah bayi berumur tujuh hari. cafi sari dalam bahasa Indonesia
berarti upacara menyapu lantai. Maksud dari upacana ini, ialah
menyampaikan puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya karena sang
ibu bersama bayi sudah lahir dengan selamat. Menurut kepercayaan tradisional
pada usia tujuh hari, bayi akan memasuki kehidupan dunia, dan meninggalkan
kehidupan dalam kandungan.
Sebagai tanda
terima kasih kepada sando nggana (Dukun Beranak), sang ibu memberi “soji”
atau sesajen yang terdiri dan kue tradisional mbojo. Seperti pangaha kahuntu,
karuncu,
pangaha
bunga, pangaha sinci, ka dodo, arunggina dan kalempe.
Penyerahan soji merupakan lambang harapan orang tua, agar bayinya kelak akan
hidup bahagia sejahtera.
Bagi keluarga
yang mampu, upacara cafi sari dilaksanakan bersamaan dengan upacara qeqa
atau aqiqah. Yaitu upacara yang sesuai dengan ajaran Islam. Yang menganjurkan
orang tua untuk menyembelih seekor kambing yang sehat. Sebagai tanda
syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
3. Upacara Dore ro Boru
Upacara ini
dilakukan setelah bayi berusia tiga bulan. Upacara dore ro boru dilakukan secara
bertahap sebagai berikut:
a. Upacara boru (upacara Potong rambut bayi)
Upacara boru diawali dengan upacara doa.
Memohon kepada Allah SWT. agar bayi tetap sehat walafiat. Dan apabila dewasa,
akan menjadi seorang yang beriman dan gagah perkasa. Pelindung dan pembela
keluarga serta dou labo dana (masyarakat -red).
Setelah upacara doa, maka dilanjutkan dengan upacara boru (cukur). Bayi
digendong oleh sando nggana (Dukn Beranak). Tujuh orang tua adat
laki-laki, secara bergilir memotong ujung rambut bayi. Potongan rambut disimpan
di pingga
bura (piring putih) yang berisi air dingin. Dengan harapan agar
rambut bayi tumbuh subur, sebagai lambang kesuburan dan kebahagiaan hidup.
Pemotongan
rambut diiringi dengan jiki asraka (jikir asrakal). Para
peserta berjikir dengan suara merdu. Melagukan syair puja puji kepada Allah,
Rasul dan para sahabat.
b. Upacara Dore.
Yang dimaksud dengan upacara
dore ialah, upacara menyentuhkan telapak kaki bayi pada tanah.
Beberapa gumpal tanah yang diambil dihalaman masjid disimpan diatas pingga
bura. Tanah itulah yang akan diinjak oleh bayi.
Acara dore,
bertujuan untuk mengingatkan bayi, bahwa kelak dia akan hidup di bumi yang
bersih dan subur. Bayi harus mampu memanfaatkan kekayaan bumi untuk kebahagiaan
keluarga dan masyarakat. Sebab itu bayi harus menjaga keselamatan bumi atau
negeri.
Bayi yang di dore ro
boru, harus memakai pakaian adat upacara. Hampir sama dengan
pakaian khitanan. Kalau bayi itu laki-laki, maka harus memakai kondo
loi, tembe monca (sarung kuning lambang kejayaan), kawari,
songko panggeta’a yang dihiasi jungge dondo. Kalau bayi itu
perempuan,maka harus memakai kondo lo’i, geno atau kondo
randa (kalung panjang), kawari dan bosa
yaitu ponto
kecil. (Bosa = gelang yang lebih kecil dan ponto).
Pada jaman dulu, bagi keluarga bangsawan atau
keluarga yang mampu secara finansial pada prosesi dore ini biasa diiringi oleh alunan
genda
silu dan dipertontonkan atraksi mpa’a Toja. Bersamaan dengan
upacara dore ro boru diadakan pula upacara pemberian nama bagi bayi yang
dilakukan oleh seorang ulama. Nama bayi harus mengikuti nama para Rasul dan
Nabi atau nama para sahabat nabi. Dengan harapan agar mengikuti jejak para Nabi
dan Rasul serta sahabat. Bagi bayi putri mengikuti nama istri Rasul dan Nabi
atau nama istri-istri pejuang Islam.
Begitu kayanya tradisi lokal kita yang
berkaitan dengan prosesi kelahiran manusia, penuh dengan nilai-nilai makna
filosofis tentang bagaimana sejatinya manusia diciptakan dan menjadi khalifah
di dunia. Teriring do’a dan harapan orang tua agar anaknya kelak menjadi insan
yang berguna bagi dirinya sendiri, bangsa dan negara serta agama. Sayangnya upacara
adat Bima berkaitan dengan kelahiran ini semakin jarang kita lihat. Semoga
kekayaan budaya ini kan tetap lestari dan dinikmati keindahannya sampai anak
cucu kita.
B. Tujuan Pelaksanaan Upacara Nggana Ro Nggina
1. Untuk menjaga sang Ibu dan calon bayi beada
dalam lindungan Allah
Upacara ini penuh dengan simbol dan makna.
Karena upacara ini dihajatkan untuk menjaga agar sang ibu bersama calon bayi
berada dalam keadaan sehat wall afiat baik jasmani maupun rohani. Dengan
harapan apabila sang bayi sudah lahir dengan selamat akan menjadi anak yang
beriman, bertaqwa, cerdas dan berguna bagi agama, bangsa dan negara.
C. Hikmah di Balik Upacara Nggana Ro Nggina
Berdasarkan
hasil analisis terhadap keseluruhan prosesi pelaksanaan Upacara Nggana Ro
nggina di Bima, maka dapat disimpulkan bahwa Upacara Nggana Ro nggina bukanlah
sebuah ritual tanpa arti melainkan mengandung beberapa hikmah yang dapat
diambil sebagai pelajaran dalam kehidupan. Di antara hikmah yang dapat diambil
dari Upacara Nggana Ro nggina adalah sebagai berikut:
Membangun
kebersamaan merupakan suatu hikmah yang dapat ditemukan dalam prosesi ritual
ini Nggana Ro nggina karena dilakukan dengan cara berkumpul secara
bersama-sama sehingga suasana akan menjadi akrab antara keluarga yang melakukan
hajatan dengan para tamu sekampung. Bisa dibayangkan betapa persaudaraan akan
terjalin dengan harmonis di antara warga masyarakat jika di dalam kehidupan
kita selalu menyambut kelahiran bayi dengan mengadakan Upacara Nggana Ro
Nggina. mungkin saja dalam satu bulan akan dilaksanakan banyak ritual dari
para keluarga baru dikaruniai anak. Hal yang sangat berbeda jika kita lihat
kenyataan
Pada saat sekarang ini kita sering melihat
terjadinya komplik dan permusuhan di tengah masayarakat yang sebagian besar
disebabkan karena kurangnya silaturrahmi di antara warga masyarakat. Dengan
menyelenggarakan Upacara Nggana Ro Nggina secara tidak langsung akan
mampu meminimalisir terjadinya komplik di antara warga.
Pada saat sekarang ini kita sering melihat
kenyataan di masyarakat dimana di antara mereka sudh tidak ada sikap saling
menghargai antar sesama yang disebabkan oleh kurangnya intensitas pertemuan di
antara mereka. Dengan menyelenggarakan Upacara Nggana Ro Nggina secara
tidak langsung akan mampu menumbuhkan sikap saling menghargai antar sesama
sehingga akan tercipta kehidupan masyarakat yang harmonis.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demikianlah prosesing Upacara Nggana
Ro Nggina masyarakat Bima. Upacara
ini begitu sakral dilakukan sehingga dipersiapkan dengan berbagai cara. Namun
belakangan, dengan semakin berkembangnya peradaban dan tingkat keasadaran
sosial dalam hal ini kearifan lokal masyarakat Bima, upacara-upacara seperti
ini mulai jarang kita temukan di Kota Bima dan mulai merambat hingga ke
desa-desa. Meskipun sebagian masyarakat berpendapat, bila janin yang dikandung
adalah janin yang tertanam sebelum Ijab Qabul (berisi dahulu baru
menikah), maka, Kiri Loko pamali untuk dilaksanakan. Benarkah, semakin
jarangnya upacara Kiri Loko di Bima-Dompu akibat banyaknya pasutri yang
mengadung sebelum Ijab Qabul terjadi? Wallahualam
B. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian ini penulis, maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai
berikut.
1. Diharapkan kepada
masyarakat pada umumnya dan masyarakat Bima pada khususnya dan agar senantiasa
melestarikan Upacara kebudayaan
Nggana Ro Nggina karena ternyata memiliki nilai fositif yang dapat
bermanfaat dalam kehidupan, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Diharapkan kepada pemerintah agar memilki
kepadulian terhadap pemeliharaan nilai-nilai budaya sehingga jati diri kita
sebagai bangsa yang berdab tidak hilang
Diharapkan kepada para akademisi untuk melakukan penelitian lanjutan untuk
menggali lebih banyak lagi informasi mengenai Upacara Nggana Ro Nggina agar masyarakat luas lebih mengenal dan memahaminya